Menghadapi anak yang dibuli sulit juga. Mak Recok tak habis
pikir dengan putra ketiganya yang tampan dan pintar itu. Dia pikir anak tampan
dan cerdas akan selalu baik-baik saja dalam dunia pergaulannya. Nyatanya tidak.
Putranya nyaris mogok les karena alasan dibuli ini. Tapi
setelah digali lebih dalam rupanya yang mendapat perlakuan sama bukan Cuma putranya.
Tapi beberapa anak juga. Dan buli yang dilakukan secara berjamaah ini
sebenarnya ‘wajar’ saja dilakukan. Mak Recok mencoba maklum. Di rumahnya,
putranya adalah satu-satunya anak pria. Ketiga saudaranya adalah wanita. Hidup
sehari-hari dengan empat wanita tentunya membuat dia ‘sedikit’ bergaya ‘halus’.
Putranya bukanlah seorang lelaki gemulai. Tapi dia menyikapi buli ini dengan
perasaan kepekaan seorang anak wanita.
Oh, plis deh, itu semua analisa salah. Karena dari tiga
putrinya kesemuanya termasuk golongan tomboy. Jadi dimana letak kesalahan pada
kerapuhan mental sang putra tunggal? bukan kerapuhan mental! Tapi kehalusan
perasaan. Redaksi berbeda bisa membuat perbedaan yang cukup signifikan ya! Kerapuhan mental itu terkesan negative,
sedangkan kehalusan perasaan adalah hal yang positif.
“Aku nggak mau les lagi!” kata putranya.
“Kalo pindah kelas gimana?” Tanya mak recok buntu.
“Yee, si ibu! Emang dikelas baru anak-anaknya baik-baik? Bisa
jadi lepas masalah lama dapat masalah baru” Oh, siapa sangka putrid ABGnya bisa
berpikir bijak?
Akhirnya mak Recok cerita tentang bagaimana dia melalui masa
kecilnya. Dia bersyukur sampai usianya tua dia belum pernah dibuli temannya. “Yah,
siapa yang mau ngebuli ibu? mereka yang takut bu…” putri ABGnya tertawa. Putranya
mulai tersenyum. Maka diteruskanlah cerita mak Recok.
Bahwa kebanyakan pembuli itu kekurangan kasih sayang, cari
perhatian. Dan sebaliknya pihak yang dibuli sebenarnya bisa mengambil
keuntungan. Semakin hari mentalnya akan semakin kuat.
“Mungkin ini karena ibu kalo berdoa selalu minta agar Allah
menguatkan jiwa raga kalian. Agar jiwa kalian kuat, maka Allah memberi cobaan
seperti itu.”
Syukurlah, keesokan harinya, sang Putra menghadapi sekolah
les, dan pertemanan biasa lagi. Waktu ditanya masihkah ada yang membulinya, dia
jawab: “Woles ajalah bu…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar